Oleh :
Jacob Ereste
Cerita Singkat – Etika, moral dan akhlak itu seperti asem, garem dan cabe penyedap yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya.
Etika itu sopan santun atau tata krama untuk membangun adat istiadat. Adapun yang dimaksud moral itu adalah aturan yang membimbing pemikiran serta hati nurani agar tetap berada dalam bingkai tuntunan agama hingga lebih bersifat ILLahi.
Sedangkan.moral itu semacam produk yang dihasilkan oleh akal budi dan hati nurani yang bersifat fitriah dari pembawaan manusia. Karena itu moral tak ada pada makhluk lain kecuali manusia.
Begitulah pemahaman dari terjemahan bebas saya, yang masih harus mendalami seluk beluk etika, moral dan akhlak yang dominan berurusan dengan Tuhan yang diyakini .
Etika tanpa moral, tetap saja celaka. Apalagi mengabaikan akhlak. Dan moral tanpa etika agaknya sulit bisa menggapai akhak yang paling rendah sekalipun.
Pertanyaan Adik Hafzah seputar etika, moral dan akhlak ini benar-benar membuat aku pusing. Kalau boleh mimilih misalnya dengan berjalan kaki keliling Monas, daripada harus menjawab soal yang dia ajukan padaku ini, pasti aku memilih berjalan kaki saja meski harus sepuluh putaran. Tapi untuk tidak menjawab pertanyaan itu, rasanya aku akan sangat berdosa. Sebab pertanyaan Dinda Hafzah sangat penting dan urgen agar Dindaku tidak terperosok dan salah kaprah memahaminya.
0
Pertanyaan Dinda Hafzah relevan dengan hatinya yang gundah akibat prilaku korupsi di negeri ini sudah menjadi semacam trand budaya manusia di era milineal sekarang ini.
Sebab dia bertanya adakah etika dan moral serta akhlak itu yang bersemayam di hati para perampok dan pengentit uang rakyat itu ?
Aku sungguh terpana dengan pengamatan dan penilaiannya yang menyimpulkan bila etika itu justru cenderung dipelihara dan dijaga dengan baik oleh mereka yang melakukan korupsi agar perbuatan licik dan busuknya itu tidak terendus, minimal tidak menimbulkan kecurigaan pihak lain, utamanya oleh aparat penegak hukum.
Lantas mengenai moralitas para koruptor itu pada mulanya bisa saja baik-baik. Dinda Hafzah pun kemudian bisa meyakinkan juga pada mulanya yang korup itu tidak kuat imannya dari godaan dan iming-iming yang nenggiurkan, karena melihat peluang dan kesempatan bisa dilakukannya.
Begitulah moral yang sejati itu memagari etika dan moral agar tidak goyah dan tergoda oleh nafsu dan birahi yang tamak. Karenanya, etika dan moral bila tidak dipagari oleh akhlak yang tangguh sebagai penjaga moral dan etika yang mudah tergoda oleh syahwat yang tak mampu dijinakkan.
Karena mereka yang korup itu bukanlah orang miskin, yang terdesak oleh kebutuhan pokok sehari-hari. Karena mereka yang korup itu adalah orang kaya dan mampu menyekolahkan anaknya ke luar negeri. Hanya saja mereka menjadi tamak dan rakus. Tidak pernah mampu bersyukur atas nikmat yang telah diterima dan dinikmatinya selama ini. Padahal nikmat itu, bisa kita lihat dari kesehatan seluruh saudara serta keluarga kita yang sepatutnya bisa merasakan kegembiraan dan kebahagiaan.
Tentu lain lagi ceritanya dengan mereka yang selalu dirundung malang. Toh, tak sedikit orang kaya yang tidak bisa menikmati kekayaannya, karena memang tidak menjadi berkah. Tapi justru menjadi pelengkap kesempurnaan dari penderitaan yang menjadi azab.
Dik Hafzah, ini sekedar cerita pengalamanku yang cukup bernuansa spiritual.