Solo l Transindonews.com- Permasalahan sampah sudah menjadi hal yang serius di Indonesia. Sampah merupakan konsekuensi dari aktivitas manusia. Peningkatan jumlah volume sampah sebanding dengan peningkatan konsumsi terhadap barang atau bahan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan ini juga terjadi di beberapa kota besar di Jawa, salah satunya adalah kota Surakarta.
Rebecca Cindy Sartika selaku pengiat sampah di kota Bengawan menyampaikan, berdasarkan data DLH tahun 2021, jumlah sampah sebesar 322 ton per hari. Meningkatnya lonjakan volume sampah harian di Kota Solo mengakibatkan kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo di Mojosongo, Jebres, Solo, kelebihan kapasitas.
“Pengelolaan sampah yang tidak diimbangi dengan peningkatan sarana dan prasarana akan berpotensi menimbulkan berbagai dampak negatif, bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Putri Cempo. Dampak negatif tersebut jika dilihat dari sisi kesehatan, menyebabkan penyebaran penyakit sehingga menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.Sedangkan sisi lingkungan menyebabkan pencemaran air, tanah, maupun udara.Di karenakan TPA Putri Cempo berlokasi di Jatirejo RT 06/11, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta,” Tutur Mahasiswa Universitas Sebelas Surakarta tersebut, Kamis (17/6).
Akses jalan menuju lokasi tersebut adalah melalui jalan Pelangi Mojosongo Surakarta, jarak dari jalan menuju lokasi sekitar 919 m atau 1 km.
Jalur lokasi TPA Putri Cempo melalui jalan utama yaitu jalan Mayor Achmadi dan Jalan Pelangi Selatan. Total luas lahan TPA Putri Cempo adalah 17 hektar .Dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah dengan luas maksimal 8 hektar. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari pengelolaan sampah di TPA Putri Cempo maka diperlukan analisis mengenai dampak lingkungan. Penilaian dampak lingkungan menggunakan metode biaya pengganti dan biaya penyakit. Perhitungan tersebut untuk menilai eksternalitas.
Masih menurutnya, Eksternalitas adalah suatu kejadian atau peristiwa yang menimbulkan dampak bagi sebagian orang baik dampak positif ataupun negatif dari aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gravitiani dan Juwita tahun 2020 dari Universitas Sebelas Maret, perhitungan untuk menilai eksternalitas TPA Putri Cempo diperoleh dari hasil eksternalitas TPA Piyungan menggunakan metode Benefit Transfer.
Metode Benefit Transfer (BT) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomi dari jasa suatu ekosistem dengan cara mentransfer informasi yang tersedia dari studi lain yang pernah dilakukan di lokasi yang sama atau berbeda.
Berdasarkan penggunaan metode benefit transfer dari TPA Piyungan terhadap TPA Putri Cempo diperoleh nilai eksternalitas sebesar Rp. 140.055.442.500.
“Hasil tersebut menunjukkan bahwa keberadaan TPA Putri Cempo memberikan pengaruh negatif terhadap aspek ekonomi dan sosial serta lingkungan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, TPA Putri Cempo perlu adanya upaya lebih dari pemerintah dalam pengelolaan sampah, yang lebih baik lagi untuk menjaga keberlangsungan hidup generasi mendatang,” Tandasnya.
Menurut Arridho (2014) pengelolaan sampah di TPA Putri Cempo saat ini masih menggunakan metode open dumping, yaitu sampah yang ada hanya ditempatkan dan diratakan begitu saja hingga kapasitas TPA tidak lagi terpenuhi.
” Metode ini sangat tidak dianjurkan karena dapat menghabiskan lahan penimbunan. Circular Economy melalui bank sampah menjadi salah satu solusi bagi pengelolaan sampah saat ini. Rantai daur ulang menjadi kunci utama dalam penerapan circular economy,” Tuturnya.
Foto : Reebeca Cindy S, pengiat sampah dan lingkungan hidup, mahasiswa UNS
Dengan melakukan daur ulang sampah plastik, menggunakan kembali produk daur ulang dapat mengurangi penumpukan sampah di TPA. Model circular economy memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat serta dapat mendukung industri untuk pengolahan sampah.
Masih menurutnya, dimana pengelolaan sampah di Indonesia sendiri telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2008.
Konsep circular economy yang dimaksud Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), adalah dapat mengolah sampah plastik menjadi produk lain yang bermanfaat dan memberikan peluang ekonomi yang sangat besar. Circular economy menggunakan pendekatan 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, Repair) dan nantinya yang dihasilkan dari beragam aktivitas adalah tanpa limbah (zero waste).
“Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Iqbal dan Suheri tahun 2019 dari Universitas Komputer Indonesia telah menemukan penerapan konsep circular economy dalam pengelolaan sampah di Kampung Cibunut, Kelurahan Kebon Pisang, Kota Bandung. Sampah organik yang dihasilkan di Kampung Cibunut telah dimanfaatkan secara berulang-ulang, mulai dari awal sampah dihasilkan, lalu dipilah oleh rumah tangga langsung, kemudian diolah melalui komposter, bataterawang, biogas, nantinya hasil dari pengolahan tersebut dimanfaatkan kembali sebagai pupuk untuk tanaman pangan warga, kemudian buah/sayur yang dihasilkan dari proses pemupukan tadi dikonsumsi lagi oleh warga, sehingga aliran pemanfaatan sampah organik di Kampung Cibunut menjadi melingkar. Kemudian penelitian lain oleh Ilhamdi dan lainnya pada tahun 2019 dari Universitas Mataram melakukan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan pengelolaan limbah rumah tangga menjadi pupuk organik di Desa Kerumut Kecamatan Pringgabaya. Hasil kegiatan ini adalah berupa pupuk kompos dari sampah organik yang bisa dijual untuk menambah ekonomi masyarakat dan memberikan efek positif dalam mengurangi penumpukan sampah di TPA,” Terangnya
Sementara sampah non organik seperti plastik, alumunium, logam, kaca dan lainnya diarahkan untuk daur ulang menjadi kerajinan yang layak dijual, sedangkan sisanya yang tidak bisa diolah dan bernilai ekonomi rendah dijadikan briket bahan bakar dengan mesin predator.
Beberapa contoh penelitian diatas diharapkan bisa diterapkan oleh pemerintah kota Surakarta dalam mengelola sampah dengan konsep circular economy dan nantinya hasil yang diperoleh juga bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Putri Cempo. Penerapan circular economy ini memerlukan keterlibatan semua pihak mulai dari pihak swasta, pemerintah, dan masyarakat setempat.
“Jika pengelolaan sampah terpadu ini berjalan dengan baik maka bisa mencapai zero waste dan kiriman sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dihindari. Konsep zero waste ini juga sejalan dengan pembangunan berkelanjutan pada point ke 12 SDG’s indikator ke 5, dimana nantinya negara secara substansial mengurangi timbulan sampah melalui pencegahan, pengurangan, dan daur ulang dimulai dari sumbernya,” Pungkasnya.
Pewarta : Dwam
Sbr : Rebecca Cindy Sartika dan Evi Gravitiani, Universitas Sebelas Maret